Benzene dalam Soft Drink, Amankah ?

14 02 2010

Minuman ringan berkarbonasi atau di Indonesia dikenal dengan nama soft drink sejak seabad lalu telah menjadi minuman ringan paling populer di Amerika Serikat mengungguli minuman lainnya seperti kopi, teh, dan jus. Demikian juga di Indonesia, popularitas minuman yang notabenemade in Amerika” ini terus meningkat. Penjualan soft drink dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Apa itu soft drink?

Di Amerika Serikat, istilah soft drink digunakan untuk membedakan minuman tersebut dengan minuman beralkohol, sehingga minuman yang tidak beralkohol disebut sebagai soft drink. Istilah soft drink digunakan untuk minuman yang mempunyai status gizi “ringan”, yaitu hanya mempunyai kadar gula yang tinggi tetapi kadar zat gizi lain rendah. Di Australia, istilah soft drink digunakan untuk minuman tidak beralkohol baik yang ditambahkan CO2 maupun tidak, jadi minuman kemasan lain yang siap minum seperti teh, jus buah, bahkan air kemasan masuk dalam kategori soft drink. Namun, di Indonesia istilah soft drink lebih populer untuk minuman berkarbonasi.

Dalam industri pangan, khususnya soft drink, bahan tambahan pangan (food additives) memegang peranan penting terhadap keawetan produk dan penerimaan konsumen.  Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan tujuan tertentu. BTP yang ditambahkan harus aman bagi kesehatan manusia. Selain itu, penggunaan BTP harus berpedoman pada Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB).

Komposisi soft drink umumnya terdiri atas air, CO2, gula/pemanis, bahan pengawet, bahan pewarna, dan flavor buatan. Selain itu, untuk soft drink jenis tertentu, seperti Cola dan Coffee Cream juga ditambahkan kafein. Bahan pengawet, bahan pewarna, dan flavor buatan termasuk dalam kategori BTP.

Bahan pengawet sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan menghambat kerusakan oleh mikroorganisme (bakteri, kapang, dan khamir) sehingga proses pembusukan atau pengasaman dapat dicegah. Dalam soft drink bahan pengawet yang sering digunakan adalah asam benzoat. Asam ini biasa ditambahkan dalam bentuk garamnya, yaitu natrium benzoat, potasium benzoat, atau kalsium benzoat.

Asam benzoat berfungsi optimum pada pH 2,5-4 untuk menghambat pertumbuhan kapang dan khamir. Asam benzoat aktif sebagai antimikroba pada pH rendah.  Pada pH ini asam benzoat berada dalam fase tak terdisosiasi (tidak bermuatan) sehingga mudah larut dalam bagian lipid dari membran sel mikroba. Di dalam sel, asam benzoat akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan radikal asam. Ion H+ tersebut mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ion di dalam sel mikroba, sehingga mikroba akan berusaha mengeluarkannya. Usaha ini membutuhkan energi yang sangat besar sehingga mikroba akan kekurangan energi untuk pertumbuhannya.

Apa itu benzene?

Benzene adalah hidrokarbon aromatik (senyawa kimia organik) dengan rumus molekul C6H6. Senyawa ini bersifat larut air, tidak berwarna dan mudah terbakar. Benzene merupakan konstituen alami minyak bumi dan dapat disintesis dari senyawa-senyawa lain yang ada dalam minyak bumi. Akhir-akhir ini benzene diketahui bersifat  karsinogen sehingga penggunaannya sebagai aditif dalam bensin dibatasi. Walaupun demikian, benzene memegang peranan penting di dalam industri, yaitu sebagai pelarut dalam produksi obat, plastik, karet sintetis, dan pewarna.

Dewasa ini benzena digunakan sebagai perantara dalam pembuatan senyawa kimia lainnya. Senyawa yang paling banyak diproduksi adalah turunannya termasuk styrena, yang digunakan untuk membuat polimer dan plastik. Tetapi, akhir-akhir ini benzene sering ditemukan dalam minuman ringan berkarbonasi (soft drink). Benzene pada soft drink tidak ditambahkan dengan sengaja, melainkan terbentuk karena adanya reaksi antara asam askorbat dengan asam benzoat yang berada dalam bentuk garamnya seperti natrium benzoat dan kalium benzoat. Asam askorbat dan garam asam benzoat ini merupakan bahan tambahan pangan yang biasa ditambahkan ke dalam minuman ringan berkarbonasi atau di Indonesia biasa dikenal dengan nama soft drink.

Bahayakah benzene?

The U.S. Department of Health and Human Services, Departemen Kesehatan Amerika Serikat, mengklasifikasikan benzene ke dalam A1, suatu senyawa yang bersifat karsinogen bagi manusia. Konsumsi pangan yang mengandung benzene dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan gejala muntah-muntah, iritasi lambung, rasa kantuk, pusing, denyut jantung yang cepat dan tak menentu, dan kematian. Paparan dalam jangka waktu yang lama berpengaruh terhadap kerusakan sel-sel darah dan sum-sum tulang belakang sehingga menyebabkan turunnya jumlah sel darah merah yang memicu terjadinya anemia. Selain itu, paparan ini juga dapat berpengaruh terhadap sistem imun tubuh, meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi, dan dapat menyebabkan leukemia, serta kematian.

Bangaimana benzene terbentuk dalam minuman ringan?

Pembentukan senyawa benzene di dalam minuman ringan berkarbonasi (soft drink) disebabkan oleh terjadinya reaksi dekarboksilasi antara asam benzoat dengan asam askorbat (vitamin C) atau asam eritrobat. Asam benzoat biasa ditambahkan ke dalam soft drink dengan tujuan sebagai pengawet dan akan lebih efektif kerjanya jika dikombinasikan dengan asam askorbat sehingga kemungkinan terbentuknya benzene tidak dapat dihindari lagi.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan benzene di dalam soft drink yaitu penggunaan panas, cahaya, keberadaan logam, pH, dan senyawa kimia lainnya. Penggunaan panas dan pemaparan oleh cahaya pada produk soft drink akan meningkatkan pembentukan benzene di dalamnya. Adanya kehadiran logam (seperti Fe dan Co) yang biasa terdapat dalam air juga dapat mengkatalisis pembentukan benzene. Benzene akan terbentuk dalam jumlah yang sangat besar pada kondisi pH 2 dan akan mulai menurun dengan tajam jika pHnya antara 3-5, serta sudah tidak ditemukan lagi pada pH 7. Selain asam askorbat, senyawa kimia lainnya seperti asam sitrat dan asam eritrobat juga dapat memicu terbentuknya benzene dalam soft drink.

Bagaimana regulasinya?

Berdasarkan peraturan FDA, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, sodium benzoat digunakan dalam industri pemanggangan (baking industry) sebagai zat antimikroba dan pemberi cita rasa. BTP ini dinyatakan aman jika digunakan dengan kadar yang tidak melebihi batas yang ditentukan atau sesuai prinsip Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB), yaitu pada kadar ≤ 0,1 % dalam bahan pangan. Asam askorbat diperbolehkan digunakan pada adonan terigu dengan batasan ≤ 200 ppm. Kombinasi keduanya dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan.

Akan tetapi, kombinasi antara sodium benzoat dan asam askorbat dalam dapat menimbulkan terbentuknya benzene, suatu senyawa karsinogenik yang berbahaya bagi kesehatan manusia, yaitu dapat memicu terjadinya leukemia. Oleh karena itu, FDA menetapkan batas maksimum benzene pada soft drink sebesar 5 ppb. Batas ini berbeda dengan yang diterapkan di negara lain. WHO menetapkan batas maksimum benzene pada soft drink sebesar 10 ppb, sedangkan Uni Eropa menetapkan kadar maksimum benzene pada soft drink sebesar 1 ppb.

Oleh :

Yogi Karsono & Yuananda Parama Oktarani

Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor





Sertifikasi Sebabkan Produk Organik Mahal

14 02 2010
Minggu, 14 Februari 2010 | 19:06 WIB

KOMPAS/ Irwan Julianto

Makanan Organik seperti sayur dan buah-buahan banyak dijual di supermarket.

JAKARTA, KOMPAS.com – Hingga saat ini, produk-produk sayuran, makanan, ataupun minuman organik belum dapat dijangkau oleh semua kalangan di Indonesia. Bahkan, produk-produk organik kerap dicap sebagai produk khusus untuk konsumsi kalangan berada karena harga jualnya yang sangat tinggi. Mahalnya produk-produk organik, salah satunya disebabkan oleh biaya proses sertifikasi yang mahal di Indonesia. Demikian diungkapkan Bibong Widyarti, pemerhati sekaligus konsultan produk-produk organik dari Aliansi Organis Indonesia.

“Memang salah satu hal yang membuat produk-produk organik lebih mahal dibandingkan produk-produk nonorganik adalah karena adanya sertifikasi jaminan produk organik,” ujar Bibong dalam diskusi bedah buku karyanya yang berjudul “Hidup Organik: Panduan Ringkas Berperilaku Selaras Alam” di Jakarta, Minggu (14/2/2010).

Dijelaskan Bibong, sebelum dipasarkan ke konsumen, produk-produk sayuran, makanan, ataupun minuman organik memang harus melalui 3 tahapan sertifikasi penjaminan. Tahap awal adalah penjaminan dari pihak produsen pertama, yakni petani. Tahap kedua adalah penjaminan dari pihak distributor, seperti toko, pedagang, dan swalayan. Tahap terakhir, barulah penjaminan atau sertifikasi dari lembaga sertifikasi yang berwenang, yakni Badan Sertifikasi Nasional (BSN).

“Pada tahap ketiga itulah biasanya yang membuat harga jual produk organik jadi mahal karena dalam proses sertifikasi perlu adanya biaya laboratorium, inspeksi, dan lain-lain. Jadi, menambah biaya pemasaran produk juga,” kata Bibong.

Namun, diakui Bibong, saat ini ia dan rekan-rekannya di Aliansi Organis Indonesia (AOI) sedang mengupayakan program sertifikasi murah bagi para petani “kecil” di Indonesia. “Dengan program ini, biaya sertifikasi bisa jadi lebih murah sehingga harga jual produk organik pun bisa lebih murah. Dengan demikian, semua kalangan kita harapkan bisa ikut mengonsumsi produk-produk organik, termasuk masyarakat kecil,” ungkap wanita yang sudah menggeluti dunia organik sejak tahun 1997 itu.

Saat ini, program sertifikasi murah yang digalakkan Bibong dan Aliansi Organis Indonesia sedang coba diterapkan di daerah Nangro Aceh Darussalam dan Sumatra Utara. Rencananya, program ini akan dijalankan di seluruh wilayah Indonesia.

Sumber : Kompas.com